Dikampungku aku biasa dipanggil Billy.
Maklum postur tubuh yang tinggi besar dan wajah mirip londo membuat
orang kampung mengidentikanku dengan turunan londo.
Sejak umur 15 tahun, aku dianggap orang
kampungku sebagai anak yang punya kelebihan supranatural. Tak heran
sejak umur segitu aku sering bergelut dengan hal yang sifatnya mistis,
meskipun sebenarnya aku sendiri tak yakin aku bisa. Misalnya aku sering
dimintai tolong sembuhkan orang kampung yang sakit perut, sakit bisul,
muntah-muntah, atau sakit ringan lainnya. Dan entah kenapa tiap obat
yang aku anjurkan pada mereka kok kebetulan menyembuhkan penyakitnya.
Sekarang ini usiaku 24 tahun, sedang
kuliah di kota M dan tetap saja banyak yang percaya aku mampu dalam hal
supranatural. Dikota M aku juga terkenal bisa menyembuhkan banyak
penyakit, malah urusan seks yang dingin atau tak kunjung dapat momongan
bisa langsung kontak aku di kota itu.
Suatu siang sehabis kuliah, aku
kedatangan pasien wanita Susi namanya. Susi ini tahu alamatku diantar
Retno, teman sekampusku yang dulu pernah kutolong waktu sakit malaria
kronis dan sembuh. “Tolong saya Mas Billy, suami saya kok suka jajan di
luar dan nggak perhatian lagi sama keluarga,” kata wanita beranak satu
itu padaku. Sebenarnya aku bingung juga mau bilang apa, tapi karena dia
memelas begitu aku jadi nggak tega. Susi aku suruh masuk kamar
praktekku, sedangkan Retno tunggu diruang tamu rumah kontrakanku.
“Begini Mbak Susi, untuk menolong orang
saya harus tahu ukuran baju, celana dan sepatu orang itu. Jadi berapa
ukuran Mbak,” kataku setelah kami duduk berhadapan dihalangi meja
kerjaku.
Susi yang bertubuh agak pendek tapi
seksi itu jadi bingung dengan pertanyaanku. “Ehmm, anu Mas, berapa ya
ukurannya.. tapi baju M celana 28 dan sepatu 37 mungkin pas Mas,”
jawabnya masih bingung juga. “Oke-oke kalau nggak tahu pasti biar tak
ukurkan ya,” kataku sambil mengambil penggaris ukur dari kain.
Seperti penjahit baju yang terima
pesanan aku mulai mengukur bagian tubuh Susi mulai bahu, dada, perut,
pinggang, pinggul, plus kaki. “Nah sekarang sudah ada ukuran pastinya,
saya bisa bantu masalah Mbak,” kataku, yang kelihatan membuat Susi
berbinar karena merasa akan tertolong.
Susi pun mulai menceritakan perilaku
Anto, suaminya. Sejak menikah dan punya anak, Anto masih setia, tapi
beberapa bulan ini Anto mulai suka keluyuran dan suka jajan pada wanita
lain. “Saya jadi bingung Mas, kalo saya marah dia malah ancam mau cerai.
Saya takut kalau dicerai Mas, bagaimana nasib anak saya,” keluh wanita
berkulit sawo matang itu.
“Ya sudah, itu masalah sepele kok Mbak.
Nanti Mbak saya kasih susuk pemikat sukma supaya suaminya nempel terus
kayak perangko,” ucapku sekenanya. Kemudian aku menyuruh Susi
menanggalkan seluruh pakaiannya termasuk pakaian dalamnya dan hanya
menggunakan sarung bermotif kembang yang telah kusediakan untuknya.
Meski sempat ragu tapi Susi melakukannya juga. Sementara aku menyiapkan berbagai perlengkapanku, mulai kembang dan air dalam baskom, serta jarum susuk yang memang sudah lengkap tersedia di ruang praktekku. “Nah sekarang Mbak berbaring di dipan itu ya, dan jangan banyak bergerak. Pokoknya konsentrasi pikiran pada suami Mbak dan sebut terus namanya,” perintahku pada Susi. Bagai dicocok hidung Susi menurut saja dan segera berbaring di dipan dengan mata terpejam.
Meski sempat ragu tapi Susi melakukannya juga. Sementara aku menyiapkan berbagai perlengkapanku, mulai kembang dan air dalam baskom, serta jarum susuk yang memang sudah lengkap tersedia di ruang praktekku. “Nah sekarang Mbak berbaring di dipan itu ya, dan jangan banyak bergerak. Pokoknya konsentrasi pikiran pada suami Mbak dan sebut terus namanya,” perintahku pada Susi. Bagai dicocok hidung Susi menurut saja dan segera berbaring di dipan dengan mata terpejam.
Untuk sesaat aku memperhatikan tubuh
Susi dari kursi praktekku. Wow, boleh juga tubuhnya, bahenol walau agak
mini. Aku menyiapkan kembang dalam baskom berisi air dan mendekati Susi
yang terbaring di dipan kayu. “Sabar ya Mbak, sebentar lagi kita mulai
pengobatannya,” kataku meyakinkan Susi.
Susi masih terpejam ketika kucipratkan
air dan kembang yang kusiapkan tadi ke sekujur tubuhnya. Sengaja aku
merapalkan mantra yang tak jelas dengan mulut komat-kamit persis dukun
sungguhan.
Lalu setangkai kembang ditanganku
kuusap-usapkan di wajah Susi dengan irama usapan yang searah jarum jam.
Kulihat reaksi diwajah Susi menahan geli ketika kembang itu mulai
kuusapkan di bagian leher dan terus turun kepangkal dadanya yang
terbungkus sarung.
“Nah sekarang buka matanya Mbak,” perintahku.
“Sudah selesai belum Mas Billy?,” tanyanya tetap terbaring di dipan.
“Oh ya belum toh. Bagaimana Mbak ini maunya cepat, ini kan proses pasang susuk Mbak nggak boleh buru-buru. Kalau nggak cocok bisa fatal akibatnya,” ujarku sekenanya.
“Terus sekarang apalagi Mas?,” Susi makin penasaran.
“Maaf Mbak ya, sekarang Mbak turunkan sarung itu sebatas perut supaya saya bisa mendeteksi aliran darah Mbak. Biar susuknya tepat pasangnya gitu loh,” kataku. Susi sempat melotot heran bercampur jengah, tetapi dia nurut juga menurunkan sarung yang membungkus tubuhnya sampai keperut dengan wajah malu-malu. Wah, boleh juga payudara wanita ini, kalau dikasih Bra kira-kira ukuran 36B lah, lumayan masih padat walau sudah beranak satu. Susi kembali terpejam, dan aku kembali mengambil kembang dan mencipratkan airnya ke arah buah dada dan perut Susi. Dengan kembang yang sama aku usap-usapkan di daerah dada dan perut Susi. Tubuh Susi mengelinjang kegelian waktu usapanku mulai menyentuh puting susunya.
“Sudah selesai belum Mas Billy?,” tanyanya tetap terbaring di dipan.
“Oh ya belum toh. Bagaimana Mbak ini maunya cepat, ini kan proses pasang susuk Mbak nggak boleh buru-buru. Kalau nggak cocok bisa fatal akibatnya,” ujarku sekenanya.
“Terus sekarang apalagi Mas?,” Susi makin penasaran.
“Maaf Mbak ya, sekarang Mbak turunkan sarung itu sebatas perut supaya saya bisa mendeteksi aliran darah Mbak. Biar susuknya tepat pasangnya gitu loh,” kataku. Susi sempat melotot heran bercampur jengah, tetapi dia nurut juga menurunkan sarung yang membungkus tubuhnya sampai keperut dengan wajah malu-malu. Wah, boleh juga payudara wanita ini, kalau dikasih Bra kira-kira ukuran 36B lah, lumayan masih padat walau sudah beranak satu. Susi kembali terpejam, dan aku kembali mengambil kembang dan mencipratkan airnya ke arah buah dada dan perut Susi. Dengan kembang yang sama aku usap-usapkan di daerah dada dan perut Susi. Tubuh Susi mengelinjang kegelian waktu usapanku mulai menyentuh puting susunya.
“Oke.. boleh buka matanya Mbak,” kataku
setelah puas mengusap susu Susi dengan kembang. “Wah, Mas kok lama
sekali sih prosesnya,” protes Susi, tapi tetap terbaring diranjang.
“Gimana ya jelaskannya Mbak, soalnya aliran darah Mbak aneh sih. Ini
saja masih perlu deteksi lagi supaya ketahuan aliran darah aslinya. Tapi
kalau Mbak mau stop ya terserah, saya tak bisa bantu lagi, gimana?,”
balasku dengan mimik serius.“Iya deh saya pasrah, tapi sekarang apa
lagi?,” tanya Susi lagi.
“Maaf lagi ya Mbak, sekarang jalan
satu-satunya supaya aliran darah Mbak kelihatan, Mbak harus tangalkan
sarung itu. Telanjang bulat Mbak,” pintaku dengan nada yang kubuat
serius. Meski kaget dan hendak protes, tapi Susi akhirnya nurut juga.
Sarung yang dikenakannya ditanggalkan dan dibiarkan luruh kelantai, dan
ia kembali berbaring di dipan kayu dengan mata terpejam.
Sekarang aku yang jadi bingung dan
blingsatan melihat sesosok wanita bugil tanpa busana dihadapanku. Tubuh
Susi benar-benar menggairahkan, rasanya bodoh betul si Anto, suaminya
itu, kok nggak bersyukur punya istri semolek Susi ini.
Aku kembali menghampiri Susi dengan
kembang dan air di baskom. Perlahan kembali kuusap-usapkan kembang itu
dari wajah, leher, dada, dan perut Susi. Usapan-usapan erotis di bagian
atas tubuh Susi membuat wanita itu menggelinjang menahan geli. Napas
Susi pun mulai cepat memburu, biasanya dalam fase seperti itu, seorang
wanita sedang dilanda gejolak yang mengarah birahi.
Usapanku mulai merambat turun ke arah
paha, tapi belum menuju selangkangan Susi. “Nah ketemu Mbak, sabar ya.
Sudah ketemu nih tempat pasang susuknya,” kataku memberi harapan.
Kembang di tanganku kembali kuusapkan di daerah paha bagian dalam dan
sesekali naik menyentuh bibir vagina Susi. Gerakan mengusap seperti itu
kulakukan berulang ulang di daerah yang sama, sampai akhirnya jarak
kedua kaki Susi mulai merenggang. Bukan main gundukan kemaluan Susi,
bulunya jarang dan bibir vaginanya kelihatan masih ranum. Aku sendiri
kehilangan konsentrasi gara-gara melihat pemandangan itu. Kini kembang
ditanganku aku buang dalam baskom, dan usapan di tubuh Susi kugantikan
dengan tangan kananku. Susi masih terpejam dan napasnya semakin tak
beraturan ketika sentuhan tanganku menjelar di atas tubuh bugilnya.
“Uhh Mas, dimana sih tempat pasang
susuknya? Saya nggak kuat begini terus,” Susi bertanya dengan mata tetap
terpejam. “Iya Mbak, tenang ya, ini sudah ketemu,” kataku sambil
menghentikan sentuhan tangan tepat di selangkangannya. Tanganku mulai
memainkan bibir vagina Susi dengan tempo yang teratur dan ritme naik
turun. Susi kelihatan sudah terpengaruh, nafsunya gesekan tanganku di
bibir vaginanya diimbangi gerakan pinggulnya searah gerakan tanganku.
“Ohh.. geli sekali Mas disitu,” Susi mulai menceracau sendiri, napasnya
semakin tak beraturan.
Aku sendiri sudah tak bisa menahan
nafsuku, perlahan aku buka kedua kakinya semakin lebar sehingga gundukan
vaginanya terlihat makin jelas. Cairan vagina Susi semakin banjir dan
tubuhnya mengejang kecil saat jemari tangan kananku menjepit-jepit
klitorisnya. Wajah Susi benar-benar enak dilihat dalam keadaan seperti
itu, mata terpejam dan bibir saling memaggut menahan geli dan nikmat
gesekan jariku di vaginanya.“Oke Mbak sebentar lagi ya, sekarang Mbak
tahan ya saya akan pasang susuknya,” pintaku.
Jari tengahku kumasukkan perlahan ke
liang vagina Susi, lalu kutarik lagi keluar secara perlahan pula. Itu
kulakukan berkali-kali dan terus-menerus. “Engghh.. isshhtt.. ,” Susi
melenguh, pinggulnya semakin liar bergoyang dan berputar.
Susi sudah dalam kendaliku secara total,
posisi tanganku di vagina Susi kini kuganti dengan jilatan lidahku di
daerah vital Susi itu. Kami sudah sama sama di atas dipan itu, hanya
bedanya aku masih lengkap berbusana, sedangkan Susi bugil total.
Reslueting celanaku kubuka, sejak tadi aku memang sengaja tak pakai CD
sehingga kontolku langsung meloncat keluar begitu kancing dan reslueting
celana kubuka. “Usshh Mas.., saya nggak taahann lagi,” kaki Susi
menjepit kepalaku di selangkangannya, pinggulnya naik turun
mendesak-desak mulutku yang menjilati klitorisnya.
Aku bangkit mengambil posisi tepat
diatas tubuhnya, bibir Susi yang menceracau langsung kusumpal dengan
bibirku. Saat ini Susi terbelalak membuka matanya, tapi belum sempat
bereaksi apa-apa, kontolku yang sudah tegang dan tepat di pinggir bibir
vagina Susi segera aku benamkan keliang nikmat Susi yang sudah licin
basah. Bless..!
“Nghh duhh Mass, ohh..,” Susi mendesis
saat kontolku menembus bibir vaginanya dan masuk ke liang nikmatnya.
Susi tak menolak kehadiran kontolku di vaginanya. Aku berhasil
menyetubuhi pasienku lagi. “Tahan Mbak ya.. memang begini aturan
prosesnya. Yang penting rumah tangga Mbak selamat ya,” ujarku sambil
menggenjot pinggulku di atas tubuh Susi. Tubuh Susi yang cukup mungil
bagiku yang jangkung membuat aku dengan leluasa menggenjotnya dengan
posisi konvensional. kontolku berkali-kali menghujam vagina Susi membuat
wajah Susi semakin terlihat ayu menahan kenikmatan dari kontolku.
Sampai belasan menit berlalu dengan
posisi itu, akhirnya kurasakan tubuh Susi mengejang sesaat dan terasa
pula denyutan kontraksi otot vaginanya pada batang kontolku yang masih
tegang. “Ouhhss.. eehgghh,” Susi rupanya sudah sampai klimaks, tubuhnya
semakin tegang dan pinggulnya mendesak naik seperti ingin terus
merasakan sensasi orgasmenya. Beberapa detik kemudian, aku pun merasa
aliran darahku mengumpul di bagian pangkal kontolku, dan croot..
croot.., kumuntahkan spermaku di dalam vagina Susi sementara tubuh
tegangku mendekap erat tubuh Susi yang sudah lunglai.
“Sudah selesai Mbak Sus.., sekarang
suamimu pasti tak akan jajan di luar lagi. Susuk pemikat sukma itu sudah
kutanam di rahimmu Mbak,” kataku seraya meraihnya bangkit dari dipan
kayu.
Setelah berpakaian kami kembali duduk di
kursi dihalangi meja kerjaku. “Maaf ya Mbak kalau prosesnya agak
seronok begitu,” aku melihat Susi agak kikuk setelah sadar bahwa kami
baru saja melakukan hubungan seks yang hangat. “Ehm nggak apa Mas, yang
penting rumah tangga saya utuh. Terima kasih Mas,” Susi lalu bangkit dan
menyodorkan uang pecahan seratus ribu padaku. “Oke Mbak, mudah-mudahan
khasiat susuknya manjur ya. Nanti kalau masih ada keluhan, Mbak boleh
konsultasi lagi kesini,” kataku. Susi kemudian keluar kamar dan bersama
Retno, mereka pulang, meninggalkanku sendiri.
Entah susukku itu manjur atau kebetulan,
sejak saat itu Susi tak pernah lagi kembali. Hanya sempat sekali dia
kembali dan minta dipasang susuk pelaris warung karena ia mau buka usaha
warung makan. Nah untuk kali itu meski susuknya tak kupasang di vagina,
tapi Susi sendiri yang minta supaya dipasang seperti susuk pertama,
biar khasiatnya ampuh katanya.
Malam itu aku baru saja happy-happy
dengan Johan dan Aris, teman kampusku. Kami bertiga menghabiskan belasan
botol bir pilsener untuk merayakan ultah Aris di rumah Aris. Aku pulang
dengan pandangan yang agak goyang, tapi sampai juga dengan selamat di
rumah kontrakanku tepat jam 10 malam.
Sehabis mandi dan makan mie rebus, aku
menikmati tayangan sinetron humor di sebuah saluran televisi di ruang
depan. Rumah kontrakanku memang kecil, tipe 21, hanya ada kamar tidur,
ruang praktekku, dan secuil ruang depan atau ruang tamu. Sisanya ya..
dapur dan kamar mandilah. Waktu itu jam sudah beranjak ke angka 10 lewat
30 menit malam, tiba-tiba bel pintu berbunyi. “Permisi Mas Billy..,
Mas.. permisi,” terdengar suara anak lelaki dibalik luar pintu. Aku
langsung membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. “Eh Maman, ada
apa Man malam-malam begini?,” tanyaku pada Maman, anak kelas tiga SD
yang termasuk tetanggaku.
“Anu Mas.., Mbak Ais pingsan. Saya
disuruh bapak minta tolong sama Mas Billy ngobatin Mbak Ais,” kata Maman
sambil memegangi tanganku. Maman adalah anak Pak Budi, pegawai negeri
yang rumahnya hanya berselat delapan rumah dari rumah kontrakanku.
Sedangkan Ais yang disebut Maman, ialah Aisyah, kakak perempuan Maman
yang sudah kelas dua SMU. “Oke-oke.., Maman pulang duluan ya, nanti Mas
Billy susul,” pintaku padanya. Maman pulang, sementara aku menyiapkan
peralatanku mulai minyak gosok, body lotion dan kembang, lalu akupun
menuju rumah Pak Budi.
“Ini lho Dik Billy, Ais mendadak pingsan
habis makan malam tadi. Saya jadi khawatir, mana bapaknya lagi dinas
luar kota lagi,” Ibu Budi langsung menyampaikan ketakutannya waktu aku
datang. “Lho kata Maman tadi bapak yang nyuruh saya datang, kok dinas
luar gimana sih Bu?,” aku jadi sedikit bingung juga. “Iya tadi waktu Ais
pingsan, saya telepon bapaknya dan dia yang suruh minta bantuan Dik
Billy,” jelas Ibu Budi.
“Oh gitu, sekarang Ais mana? Biar saya
lihat keadaannya,” “Ada Dik di dalam kamarnya, ayo saya antar,” Ibu Budi
bangkit dan mengantarku kekamar Ais. Istri Pak Budi masih terlihat
seksi walau usianya sudah masuk 37 tahun, apalagi malam itu hanya pakai
daster longdres yang tipis. Lekuk tubuh dan kulitnya yang putih
membayang jelas, soalnya aku jalan tepat di belakangnya waktu menuju
kamar Ais.
Kulihat Ais terbaring lemas di kamarnya,
setelah kupegang dahinya kupastikan Ais hanya masuk angin. Ditemani Bu
Budi aku menyelesaikan tugasku menyadarkan Ais dari pingsan, caranya
sangat mudah bagiku, dengan minyak gosok kuurut beberapa urat dibelakang
tengkuk Ais. Tak lama setelah itu, Ais sadar dan membuka matanya.
“Wah pintar sekali ya Dik Billy ini,”
pujian Bu Budi langsung mengalir begitu Ais bisa duduk ditepi
ranjangnya. “Ah Ibu ini, saya hanya kebetulan punya kelebihan kok. Nah
sekarang Ais minum air hangat yang banyak ya, biar punya tenaga,” kataku
mengajurkan. Wajah Ais hampir sama cantiknya dengan Bu Budi, tapi
bodynya masih belum terbentuk dengan dada yang tampak kecil. “Makasih ya
Mas, jadi ngerepotin,” Ais melempar senyum manisnya padaku. Setelah itu
aku bangkit dan duduk di ruang tamu, sedangkan Bu Budi ke dapur untuk
membuatkan teh hangat untuk Ais.
“Gimana Dik Billy? Apa penyakit Ais
nggak berbahaya toh,” Bu Budi bertanya dengan mimik serius menghampiriku
dan duduk dikursi tepat dihadapanku, usai mengantar segelas teh ke
kamar Ais. Pertanyaan yang lucu, tapi kupikir membawa cukup celah bagiku
untuk melancarkan aksi usilku. “Sebenarnya ada yang mengkhawatirkan
Bu..,” sengaja tak kuteruskan kalimatku supaya Bu Budi bingung dan
panik. “Menghawatirkan bagaimana toh? Tolong dong disembuhkan sekalian
biar nggak nakutin gitu lo,” benar dugaanku, Bu Budi langsung panik dan
mengharap jawabanku. Aku langsung pasang wajah serius dan mendekatkan
wajahku dengan cara sedikit menunduk di meja penghalang duduk kami
berdua. Melihat itu Bu Budi juga segera merunduk mendekati wajahku untuk
mendengar penjelasanku.
“Begini Bu, pengamatan batin saya, Ais
bukan hanya masuk angin biasa tapi ada orang iseng yang coba
mengguna-gunai dia. Mungkin pacarnya, atau mungkin lelaki yang cintanya
ditolak Ais, Bu,” kataku. “Ah masak sih Dik? Terus bagaimana dong,” Bu
Budi semakin merunduk, sehingga aku bisa melihat bongkahan pangkal
susunya yang masih kencang dibalik daster tipisnya. “Ibu tenang saja,
saya pasti bantu. Tapi syaratnya agak berat Bu, saya harus meruwat
beberapa bagian tubuh Ais secara langsung,” aku menjelaskan. “Meruwat
gimana sih,” Bu Budi semakin bingung. “Maaf ya Bu, tapi saya harus
mengeluarkan guna-guna dari bagian vital Ais, payudara dan vaginanya.
Tapi saya juga nggak tega, nanti dia malu lagi,” wajahku seperti orang
yang sedang berpikir.
“Apa ngak ada cara lain Dik, selain itu.
Ais pasti nggak mau loh,” jawab Bu Budi bermimik bingung. Aku tak
langsung menjawab pertanyaan Bu Budi. Jam kulihat sudah menunjuk angka
11.30 malam didinding ruang tamu. “Ada Bu cara lain, namanya
transformasi. Saya bisa melakukan ruwat itu dengan media tubuh lain yang
golongan darahnya sama dengan Ais. Dik Maman golongan darahnya apa Bu?”
tanyaku memancing.
“Wah.., sayang sekali Maman darahnya B.
Tapi kalau saya bisa nggak Dik? Saya juga B sama kayak Ais,” pancinganku
rupanya membawa hasil. Setelah itu, aku mengarahkan dan menjelaskan
bagaimana proses ruwat yang nantinya akan kulakukan pada Bu Budi. Dengan
kepala manggut-manggut, Bu Budi akhirnya paham dengan penjelasanku.
“Sebenarnya risih juga sih, tapi gimana lagi ya demi Ais? Iya deh Dik,
terserah Dik Billy yang penting Ais sembuh total,” katanya pasrah.
Waktu itu Ais dan Maman sudah tidur, dan
Bu Budi bersamaku beranjak ke kamar tidurnya untuk melakukan ruwatan
itu. Sampai di kamar itu, Bu Budi langsung berbaring di ranjang dan aku
duduk di tepi ranjang sebelah kiri.
“Sekarang Ibu konsentrasi dan tujukan
pikiran ke Ais ya,” “Ehm.. iya Dik, saya coba,” Bu Budi yang terpejam
ternyata semakin cantik, wajahnya mirip artis Nani Wijaya di masa muda
dulu. Kutelusur pandanganku dari wajah hingga ujung kaki Bu Budi,
bodynya pun masih sangat bagus mirip gadis 24 tahunan dengan buah dada
yang lumayan dan kulit mulus betisnya yang putih. Aku mulai beraksi,
tanganku mulai mengusap-usap kening, pipi, dan leher Bu Budi, itu
kulakukan sekitar lima menit lamanya.
“Sekarang buka matanya Bu,” pintaku segera diikuti Bu Budi.
“Maaf ya Bu, saya harus teruskan prosesnya. Mungkin Ibu agak rikuh, tapi saya sudah sering melakukan seperti ini kok, jadi Ibu nggak usah khawatir ya, soalnya memang begitu caranya,”
“Duh gimana ya Dik..? tapi nggak usah cerita ke bapak ya kalau prosesnya seperti ini,” Bu Budi nampak bersemu rikuh, mungkin dirinya mulai berpikir sesaat lagi lelaki yang bukan suaminya ini akan melihat seluruh lekuk tubuh dan bagian vital yang selama ini hanya untuk Pak Budi.
“Iya Bu, itu sudah kewajiban saya kok,” aku lalu meminta Bu Budi menanggalkan Bra dan Cd nya, sedangkan daster tipisnya sengaja kusisakan untuk menutup rikuhnya. Bu Budi kembali terpejam, dan perlahan aku membuka dua kancing daster bagian atasnya dan menurunkan daster itu sebatas perut, membiarkan buah dada Bu Budi yang syuur itu bebas keluar. Ternyata benar dugaanku tubuh Bu Budi memang sangat mulus dan terawat, putih dan tak bercacat dengan postur proporsional.
“Maaf ya Bu,” aku langsung mengusap sekitar buah dada Bu Budi dengan usapan tangan searah jarum jam. Bu Budi tak bersuara, tapi keningnya sesekali berkerut ditengah usapan-usapan lembut tangan kananku didadanya.
Usapan kunaikan menjadi remasan kecil dan mulai menyentuh puting susunya, kadang kucubit kecil puting susu itu membuat Bu Budi menggelinjang menahan geli, tapi tetap tak bersuara.
“Maaf ya Bu, saya harus teruskan prosesnya. Mungkin Ibu agak rikuh, tapi saya sudah sering melakukan seperti ini kok, jadi Ibu nggak usah khawatir ya, soalnya memang begitu caranya,”
“Duh gimana ya Dik..? tapi nggak usah cerita ke bapak ya kalau prosesnya seperti ini,” Bu Budi nampak bersemu rikuh, mungkin dirinya mulai berpikir sesaat lagi lelaki yang bukan suaminya ini akan melihat seluruh lekuk tubuh dan bagian vital yang selama ini hanya untuk Pak Budi.
“Iya Bu, itu sudah kewajiban saya kok,” aku lalu meminta Bu Budi menanggalkan Bra dan Cd nya, sedangkan daster tipisnya sengaja kusisakan untuk menutup rikuhnya. Bu Budi kembali terpejam, dan perlahan aku membuka dua kancing daster bagian atasnya dan menurunkan daster itu sebatas perut, membiarkan buah dada Bu Budi yang syuur itu bebas keluar. Ternyata benar dugaanku tubuh Bu Budi memang sangat mulus dan terawat, putih dan tak bercacat dengan postur proporsional.
“Maaf ya Bu,” aku langsung mengusap sekitar buah dada Bu Budi dengan usapan tangan searah jarum jam. Bu Budi tak bersuara, tapi keningnya sesekali berkerut ditengah usapan-usapan lembut tangan kananku didadanya.
Usapan kunaikan menjadi remasan kecil dan mulai menyentuh puting susunya, kadang kucubit kecil puting susu itu membuat Bu Budi menggelinjang menahan geli, tapi tetap tak bersuara.
Setelah mengusapi buah dadanya, aku
mulai mengusap bagian betis Bu Budi dan terus naik ke paha hingga daster
bagian bawah tersingkap naik dan berkumpul ditengah perutnya. Kini,
pemandangan dihadapanku benar-benar menggoda kejantananku. Bu Budi juga
ternyata memiliki vagina yang indah dihiasi bulu tebal yang dicukur rapi
2 cm panjangnya.
“Sekarang Ibu boleh buka mata,” kataku.
“Terus apa lagi Dik,” tanya Bu Budi dengan raut memerah bertambah rikuh padaku.
“Maaf Bu, sekarang tahap utamanya, saya harus menyedot guna-guna di tubuh Ais dengan media tubuh Ibu. Ibu bisa tahan kan? Paling prosesnya hanya makan waktu 15 menit. Tapi tahap ini Ibu ngak boleh tutup mata,” jawabku meyakinkannya.
“Iya deh Dik.. tapi tolong cepetan ya, saya rikuh nih,” Bu Budi menjawab pasrah.
“Sekarang Ibu boleh buka mata,” kataku.
“Terus apa lagi Dik,” tanya Bu Budi dengan raut memerah bertambah rikuh padaku.
“Maaf Bu, sekarang tahap utamanya, saya harus menyedot guna-guna di tubuh Ais dengan media tubuh Ibu. Ibu bisa tahan kan? Paling prosesnya hanya makan waktu 15 menit. Tapi tahap ini Ibu ngak boleh tutup mata,” jawabku meyakinkannya.
“Iya deh Dik.. tapi tolong cepetan ya, saya rikuh nih,” Bu Budi menjawab pasrah.
Dengan menatap wajah Bu Budi yang
bersemu merah aku mulai mendaratkan bibirku diputing susu kanan Bu Budi,
susu terdekat pada posisi dudukku disisi kiri ranjang. Putting yang
ranum kemerahan itu kujilati perlahan lalu kuhisap-hisap beraturan.
“Hsst uuhh.. Dik,” suara tertahan Bu Budi terdengar waktu hisapanku agak kuat diputing susunya. Putting susu kiri pun jadi sasaran hisap dan jilat selanjutnya, sementara kedua tanganku memeganggi susu seksi Bu Budi sambil terus menghisap dan menjilat bergantian susu itu.
“Uhh.. gelii Dik..,” Bu Budi mengelinjang saat isapan dan jilatan dikedua susunya kupercepat ritmenya, tangannya meremasi sprei ranjang.
“Tahan sebentar lagi ya Bu, hampir selesai dibagian ini. Kalau tidak tuntas nanti Ais nggak sembuh total,” kataku menghIburnya. Aku mengambil dua tangan Bu Budi dan meletakkannya agar mendekap bahu dan leherku, Bu Budi menurut, dan aktifitasku kulanjutkan lagi menjilat dan menghisap susunya.
“Hsst uuhh.. Dik,” suara tertahan Bu Budi terdengar waktu hisapanku agak kuat diputing susunya. Putting susu kiri pun jadi sasaran hisap dan jilat selanjutnya, sementara kedua tanganku memeganggi susu seksi Bu Budi sambil terus menghisap dan menjilat bergantian susu itu.
“Uhh.. gelii Dik..,” Bu Budi mengelinjang saat isapan dan jilatan dikedua susunya kupercepat ritmenya, tangannya meremasi sprei ranjang.
“Tahan sebentar lagi ya Bu, hampir selesai dibagian ini. Kalau tidak tuntas nanti Ais nggak sembuh total,” kataku menghIburnya. Aku mengambil dua tangan Bu Budi dan meletakkannya agar mendekap bahu dan leherku, Bu Budi menurut, dan aktifitasku kulanjutkan lagi menjilat dan menghisap susunya.
Napas Bu Budi mulai tersengal dan remasan tangannya dibahuku semakin lama semakin kuat menahan geli yang sangat disusunya.
“Mffhh oouhh..,” Bu Budi mulai menggeliat-geliat mengikuti irama jilatan di susunya. Kupandang wajahnya, ternyata sorot matanya mulai redup khas wanita yang dilanda birahi. Tak mau hilang kesempatan, tangan kananku segera merayap menjelajahi perut dan pahanya. Bu Budi semakin terpojok, tangan kananku kini sudah mulai mengusap usap paha bagian dalam Bu Budi, kakinya merenggang dengan posisi lutut kaki kanan dinaikan sehingga tanganku lebih leluasa menggerayangi paha bagian dalam itu. Sesekali jemariku menyentuh bibir vagina Bu Budi, dari situ aku tahu Bu Budi sudah dirasuki birahi yang sangat, kurasakan tanganku menyentuh cairan kental yang sudah membasahi vaginanya.
“Mffhh oouhh..,” Bu Budi mulai menggeliat-geliat mengikuti irama jilatan di susunya. Kupandang wajahnya, ternyata sorot matanya mulai redup khas wanita yang dilanda birahi. Tak mau hilang kesempatan, tangan kananku segera merayap menjelajahi perut dan pahanya. Bu Budi semakin terpojok, tangan kananku kini sudah mulai mengusap usap paha bagian dalam Bu Budi, kakinya merenggang dengan posisi lutut kaki kanan dinaikan sehingga tanganku lebih leluasa menggerayangi paha bagian dalam itu. Sesekali jemariku menyentuh bibir vagina Bu Budi, dari situ aku tahu Bu Budi sudah dirasuki birahi yang sangat, kurasakan tanganku menyentuh cairan kental yang sudah membasahi vaginanya.
“Oke Bu, sudah selesai di bagian dada.
Sekarang tahap utama kedua, saya harus menghisap dan mengeluarkan
guna-guna di tubuh Ais lewat kemaluan Ibu. Ibu tahan ya,” Kulihat Bu
Budi sudah pasrah benar, dengan pandangan sayu ia hanya bisa mengangguk.
Aku pun segera beralih posisi dan jongkok tepat disela kedua kakinya
yang sudah tertekuk naik. Vagina Bu Budi memang sudah basah, tapi dua
bibirnya masih sangat ranum dan terlihat kencang. Setelah membersihkan
vaginanya dengan ujung sprei yang berhasil kuraih, aku lalu mulai
menjilati vaginanya.
“Aauuhh.. iihh.. geelii Dik, saya nggak tahan,” Bu Budi pekik tertahan dan tangannya meremasi kepalaku di selangkangannya.
“Tenang dulu Bu, saya harus cari posisi guna-gunanya. Agak geli Bu ya,” aktifitas sengaja kuhentikan dan mengajak Bu Budi bicara.
“Ehhmm he-eh Dik, geli sekali, soalnya saya nggak pernah dijilatin gitu itunya,” Bu Budi bicara dengan suara serak dan napas tersengal, aku lanjutkan lagi aktifitasku. Aku yakin ini pengalaman baru buatnya karena Pak Budi tak pernah melakukan foreplay semacam ini setiap kali ngeseks dengan istrinya ini. Cairan asin yang keluar dari vagina Bu Budi semakin banyak, dan kini pinggulnya mulai bergerak mengikuti irama jilatanku. Sambil melakukan itu kuintip wajah Bu Budi yang sudah total birahi, kepalanya bergerak-gerak tak beraturan setiap kali jilatan dan isapan kusasarkan di klitoris vaginanya bersamaan rintihan yang semakin tak karuan dari bibirnya.
“Aauuhh.. iihh.. geelii Dik, saya nggak tahan,” Bu Budi pekik tertahan dan tangannya meremasi kepalaku di selangkangannya.
“Tenang dulu Bu, saya harus cari posisi guna-gunanya. Agak geli Bu ya,” aktifitas sengaja kuhentikan dan mengajak Bu Budi bicara.
“Ehhmm he-eh Dik, geli sekali, soalnya saya nggak pernah dijilatin gitu itunya,” Bu Budi bicara dengan suara serak dan napas tersengal, aku lanjutkan lagi aktifitasku. Aku yakin ini pengalaman baru buatnya karena Pak Budi tak pernah melakukan foreplay semacam ini setiap kali ngeseks dengan istrinya ini. Cairan asin yang keluar dari vagina Bu Budi semakin banyak, dan kini pinggulnya mulai bergerak mengikuti irama jilatanku. Sambil melakukan itu kuintip wajah Bu Budi yang sudah total birahi, kepalanya bergerak-gerak tak beraturan setiap kali jilatan dan isapan kusasarkan di klitoris vaginanya bersamaan rintihan yang semakin tak karuan dari bibirnya.
kontolku sudah berdiri tegak, apalagi
melihat gerakan dan mendengar rintihan Bu Budi yang kian erotis. Sambil
aktifitas kubuka celanaku sebatas paha sehingga kontolku yang berukuran
lumayan panjang dan besar meloncat kegirangan.
“Bu.., guna-gunanya hampir keluar, tapi harus dicungkil dari dalam vagina dengan jari atau alat lain,” aku hentikan jilatanku, dengan segera menaikkan posisi tubuhku. Posisiku seolah menindih tubuhnya tetapi tubuh kami tak bersentuhan karena kutopang dengan dua tanganku.
“Bagaimana Bu?,” sebelum Bu Budi bereaksi aku bertanya dengan wajah sudah demikian dekat dengan wajahnya.
“Terserah Dik, lakukanlah.. mffphh,” diluar dugaanku, Bu Budi ternyata agresif menyambar bibirku dengan kuluman yang penuh nafsu. Topangan tanganku terlipat sehingga tubuh kami langsung saling tindih, dalam posisi itu kuusahakan celanaku lepas total dari kaki, dan berhasil. Kini kontolku yang mengacung tepat berada dibelahan bibir vagina Bu Budi. Ciuman bibir kami masih berpagut sedangkan pinggul Bu Budi mulai mendesak-desak naik mencari batang kenikmatanku.
“Bu.., guna-gunanya hampir keluar, tapi harus dicungkil dari dalam vagina dengan jari atau alat lain,” aku hentikan jilatanku, dengan segera menaikkan posisi tubuhku. Posisiku seolah menindih tubuhnya tetapi tubuh kami tak bersentuhan karena kutopang dengan dua tanganku.
“Bagaimana Bu?,” sebelum Bu Budi bereaksi aku bertanya dengan wajah sudah demikian dekat dengan wajahnya.
“Terserah Dik, lakukanlah.. mffphh,” diluar dugaanku, Bu Budi ternyata agresif menyambar bibirku dengan kuluman yang penuh nafsu. Topangan tanganku terlipat sehingga tubuh kami langsung saling tindih, dalam posisi itu kuusahakan celanaku lepas total dari kaki, dan berhasil. Kini kontolku yang mengacung tepat berada dibelahan bibir vagina Bu Budi. Ciuman bibir kami masih berpagut sedangkan pinggul Bu Budi mulai mendesak-desak naik mencari batang kenikmatanku.
Sengaja keadaan itu kugantung, aku ingin ia menrengek dan meminta agar aku menyetubuhinya.
“Mnffh.. uuhhm, ayo Dik cungkil guna-guna itu..,” Bu Budi melepas pagutan bibirnya dan merengek padaku.
“Maaf Bu.., tapi apa Ibu nggak marah nih,” gurauku.
“Ayoo Dik Billy, udah kepalang tanggung lagipula.. oughh.. asstt,” belum selesai bicara, Bu Budi langsung kuserang dengan ciuman di bibir, leher dan susu bergantian, sementara ujung kontolku yang sudah terjepit sebagian di bibir vaginanya kutekan masuk sampai amblas. Bleess.. jleepp.. jleepp. Bu Budi menyambut kontolku dengan goyangan pinggulnya yang erotis, baru kali ini kurasa vagina wanita yang berkontraksi sebelum ia orgasme, orang bilang empot-empot.
“Ouuhh Dik.. aahh, eenaak Dik aeehh..,” Bu Budi menceracau dan tangannya mengoyak-koyak baju yang masih kukenakan. Ritme pompa kontolku kutingkatkan cepat dan teratur dengan dua tangan menopang tubuh bagian atasku. Bu Budi semakin hilang kendali, kepalanya bergerak kanan-kiri, gyang pinggulnya semakin liar seirama rintihannya yang makin kacau pula.
“Mnffh.. uuhhm, ayo Dik cungkil guna-guna itu..,” Bu Budi melepas pagutan bibirnya dan merengek padaku.
“Maaf Bu.., tapi apa Ibu nggak marah nih,” gurauku.
“Ayoo Dik Billy, udah kepalang tanggung lagipula.. oughh.. asstt,” belum selesai bicara, Bu Budi langsung kuserang dengan ciuman di bibir, leher dan susu bergantian, sementara ujung kontolku yang sudah terjepit sebagian di bibir vaginanya kutekan masuk sampai amblas. Bleess.. jleepp.. jleepp. Bu Budi menyambut kontolku dengan goyangan pinggulnya yang erotis, baru kali ini kurasa vagina wanita yang berkontraksi sebelum ia orgasme, orang bilang empot-empot.
“Ouuhh Dik.. aahh, eenaak Dik aeehh..,” Bu Budi menceracau dan tangannya mengoyak-koyak baju yang masih kukenakan. Ritme pompa kontolku kutingkatkan cepat dan teratur dengan dua tangan menopang tubuh bagian atasku. Bu Budi semakin hilang kendali, kepalanya bergerak kanan-kiri, gyang pinggulnya semakin liar seirama rintihannya yang makin kacau pula.
15 belas menit berlalu, dan kurasa Bu Budi sudah hampir tiba pada puncaknya.
“Aaahh Dik, saya mau keluar Dik..,” Bu Budi bergerak semakin cepat dibawah kendali kontolku. Sebelum dia mencapai orgasmenya, kontolku secepat mungkin kutarik keluar sekaligus menjauhkan diriku dari tubuhnya.
“Ouhhgghh.. ohh, kenapa berhenti Dik? Ayo dong teruskan, saya hampir sampai,” Bu Budi merengek dengan wajah yang masih penuh birahi.
“Maaf Bu, tapi sudah selesai ruwatnya. Guna guna di tubuh Ais sudah keluar melalui ruwat tadi, kan kita melakukannya untuk mengobati Ais,” kataku padanya.
“Aaahh Dik, saya mau keluar Dik..,” Bu Budi bergerak semakin cepat dibawah kendali kontolku. Sebelum dia mencapai orgasmenya, kontolku secepat mungkin kutarik keluar sekaligus menjauhkan diriku dari tubuhnya.
“Ouhhgghh.. ohh, kenapa berhenti Dik? Ayo dong teruskan, saya hampir sampai,” Bu Budi merengek dengan wajah yang masih penuh birahi.
“Maaf Bu, tapi sudah selesai ruwatnya. Guna guna di tubuh Ais sudah keluar melalui ruwat tadi, kan kita melakukannya untuk mengobati Ais,” kataku padanya.
Bu Budi tersentak sadar, mungkin dia
kecewa juga telah hanyut dalam birahi tadi. Tapi tak lama kemudian
meluncur cerita dari bibirnya yang tipis, katanya Pak Budi tak pernah
memberikan kepuasan seksual yang maksimal, meskipun hubungan seks mereka
lakukan dua hari sekali.
“Bu.. apa Ibu mau kita lanjutkan lagi?,” aku mengusap lembut dahi Bu Budi.
“Kalau Dik Billy nggak sudi, ya sudah nggak apa kok,” Bu Budi menampakkan raut kecewa.
“Bukan begitu Bu. Saya mau lanjutkan asal kita berdua telanjang bulat, dan tolong Ibu bayangkan bahwa saya adalah Pak Budi, supaya nggak rikuh Bu,” kataku seraya melepas luruh dasternya yang terkumpul di bagian perut, aku pun menanggalkan bajuku.
“Bu.. apa Ibu mau kita lanjutkan lagi?,” aku mengusap lembut dahi Bu Budi.
“Kalau Dik Billy nggak sudi, ya sudah nggak apa kok,” Bu Budi menampakkan raut kecewa.
“Bukan begitu Bu. Saya mau lanjutkan asal kita berdua telanjang bulat, dan tolong Ibu bayangkan bahwa saya adalah Pak Budi, supaya nggak rikuh Bu,” kataku seraya melepas luruh dasternya yang terkumpul di bagian perut, aku pun menanggalkan bajuku.
Kami kembali saling pagut, dan saling
tindih. kontolku langung kuhujamkan ke vaginanya dan kami kembali larut
dalam permainan seks tengah malam. Sampai akhirnya,
“Ahh oohh.. ngghh ahh,” Bu Budi mengerang kuat mengigit bahuku saat serangan orgasme tiba pada vaginanya. Kontraksi vaginanya terasa jelas menjepit-jepit kontolku yang masih aktif. Genjotan kunaikkan lebih kuat dan cepat, membuat Bu Budi benar benar tuntas orgasme. Tak lama berselang, aku pun tiba pada puncak nikmatku.
“Ihh.. ohh sayang..,” tubuhku tegang dan kontolku terhentak hentak berkali kali dalam vagina Bu Budi sambil menyemburkan sperma. Aku lunglai dan mengambil tempat disisi kiri Bu Budi, kami kelelahan tanpa sadar saling berpelukan dan akhirnya lelap tertidur.
“Ahh oohh.. ngghh ahh,” Bu Budi mengerang kuat mengigit bahuku saat serangan orgasme tiba pada vaginanya. Kontraksi vaginanya terasa jelas menjepit-jepit kontolku yang masih aktif. Genjotan kunaikkan lebih kuat dan cepat, membuat Bu Budi benar benar tuntas orgasme. Tak lama berselang, aku pun tiba pada puncak nikmatku.
“Ihh.. ohh sayang..,” tubuhku tegang dan kontolku terhentak hentak berkali kali dalam vagina Bu Budi sambil menyemburkan sperma. Aku lunglai dan mengambil tempat disisi kiri Bu Budi, kami kelelahan tanpa sadar saling berpelukan dan akhirnya lelap tertidur.
Waktu terjaga jam sudah menunjuk angka
07.30 Wita, suara di luar kamar Bu Budi terdengar menandakan Maman dan
Ais sudah bangun. Aku dan Bu Budi segera merapikan diri dan mengenakan
pakaian kami, lalu keluar menuju ruang depan.
“Sudah baikkan rasanya Dik Ais?,” aku langsung bertanya pada Ais yang memandang heran ke arah kami di ruang depan. Gawat pikirku, pasti Ais mengetahui apa yang terjadi dan akan melaporkannya pada Pak Budi nantinya.
“Sudah baikkan rasanya Dik Ais?,” aku langsung bertanya pada Ais yang memandang heran ke arah kami di ruang depan. Gawat pikirku, pasti Ais mengetahui apa yang terjadi dan akan melaporkannya pada Pak Budi nantinya.
“Ohh, ini lo sayang, Mas Billy ngobatin
kamu dengan ruwat khusus, jadi harus nginap di sini untuk begadang
semalam suntuk. Ibu menemani ngobrol,” Bu Budi seakan tahu sorot curiga
di mata Ais.
“Ehmm, maaf ya Mas Billy, Ais jadi ngerepotin,” untunglah Ais bisa dikelabui, kalau tidak berabe juga dong. Setelah basa-basi sebentar, aku lalu pulang ke rumah kontrakanku dan siapkan diri ke kampus lagi pagi itu. Entah kapan aku bisa menyetubuhi wanita semacam Bu Budi lagi.
Aku masih di kota M dan masih kuliah. Pagi ini aku kedatangan pasangan suami istri, Toto dan Juminah, mereka datang dari kampung yang letaknya sekitar 25 Km dari rumah kontrakanku. Katanya sih mereka tahu aku bisa ngobatin penyakit secara supranatural dari tetangga mereka, Pardi. Aku sendiri lupa apa pernah ya aku ketemu orang namanya Pardi atau tidak. Singkatnya, pasangan Toto yang sopir truk antar pulau dan Juminah yang pembantu rumah tangga itu datang padaku dengan keluhan pingin cepat dapat anak.
“Ehmm, maaf ya Mas Billy, Ais jadi ngerepotin,” untunglah Ais bisa dikelabui, kalau tidak berabe juga dong. Setelah basa-basi sebentar, aku lalu pulang ke rumah kontrakanku dan siapkan diri ke kampus lagi pagi itu. Entah kapan aku bisa menyetubuhi wanita semacam Bu Budi lagi.
Aku masih di kota M dan masih kuliah. Pagi ini aku kedatangan pasangan suami istri, Toto dan Juminah, mereka datang dari kampung yang letaknya sekitar 25 Km dari rumah kontrakanku. Katanya sih mereka tahu aku bisa ngobatin penyakit secara supranatural dari tetangga mereka, Pardi. Aku sendiri lupa apa pernah ya aku ketemu orang namanya Pardi atau tidak. Singkatnya, pasangan Toto yang sopir truk antar pulau dan Juminah yang pembantu rumah tangga itu datang padaku dengan keluhan pingin cepat dapat anak.
“Benar lo Mas, berapapun biayanya saya
usahakan asal kami bisa punya momongan. Wong kami ini sudah tujuh tahun
kawin lo Mas,” Toto memohon mohon padaku diruang tamu, sementara Juminah
hanya ikut manggut-manggut setiap suaminya bicara.
Toto adalah pria bertubuh ceking dan
usianya sekitar 40 tahunan, sedangkan Juminah walau agak kampungan dan
lusuh tapi terlihat jauh lebih muda dengan usia sekitar 29 tahunan. Body
Juminah yang agak gemuk terlihat serasi dengan tinggi tubuh yang lebih
tinggi 5 cm dari Toto.
“Emangnya seminggu berapa kali kalian
melakukan hubungan badan,” setelah puas menilai penampilan dua tamuku
itu, aku pun mulai meluncurkan pertanyaan dengan mimik serius.
“Eh.. Anu Mas. Kadang-kadang dua kali
seminggu, atau malah kadang dua minggu sekali, soalnya saya ‘kan sopir
truk antar kota Mas. Kadang saya nginap diluar kota, jadi nggak sempat
gituan,” Toto menjawab malu-malu, Juminah malah tertunduk habis.
“Oh.. Begitu toh. Pantas kalian susah
dapat momongan, wong jarang kumpul dan kerja berat terus sih,” aku
berujar sambil menenggak kopi pagiku.
“Oke sekarang kalian tenang saja, biar
aku bantu masalah kalian. Nah sekarang kalian masuk ke kamar itu dan
tunggu aku ya,” pintaku pada tamuku sambil menunjuk kamar praktikku.
Beberapa menit setelah mereka masuk, aku
langsung nyusul, di kamar itu aku duduk di kursiku sementara mereka di
kursi tepat depanku yang dihalangi meja kerjaku.
“Begini Mas Toto, ini kan untuk kebaikan
kalian berdua jadi kumohon jangan rikuh dan risih dengan ruwatan
pengobatan yang akan kulakukan ya, bagaimana? bisa apa nggak?,” tanyaku.
“Oh.. Monggo saja Mas, kami memang siap apa saja untuk dapat anak kok,” Toto menjawab.
“He-eh Mas kami siap kok,” Juminah menimpali.
“Kalau begitu sekarang kalian buka baju dan ganti pakai sarung ini ya, terus tiduran di dipan itu,” kuberi dua lembar sarung bermotif bunga dan menunjuk dipan di kamar praktikku. Pasangan dari kampung itu nurut saja dan sekejap kemudian sudah berbaring berdampingan di dipan, hanya pakai sarung tok.
“Oh.. Monggo saja Mas, kami memang siap apa saja untuk dapat anak kok,” Toto menjawab.
“He-eh Mas kami siap kok,” Juminah menimpali.
“Kalau begitu sekarang kalian buka baju dan ganti pakai sarung ini ya, terus tiduran di dipan itu,” kuberi dua lembar sarung bermotif bunga dan menunjuk dipan di kamar praktikku. Pasangan dari kampung itu nurut saja dan sekejap kemudian sudah berbaring berdampingan di dipan, hanya pakai sarung tok.
Aku berdiri mendekati pasangan yang sudah pasrah itu, mereka kuperciki air kembang sambil merapal mantra seadanya dibibir.
“Sekarang tolong kalian bersetubuh ya, iya bersetubuh, main, ngeseks..,” perintahku disambut keheranan keduanya.
Tapi mereka tak punya pilihan, toh
mereka butuh bantuanku. Toto langsung saja membuka sarungnya dan
mempreteli sarung Juminah hingga keduanya bugil tulen. Bibir Toto yang
agak monyong langsung nyosor menciumi sekujur tubuh Juminah, sedangkan
tangannya mulai gerilya di bagian vagina istrinya itu.
Wah, pemanasan seks pasangan ini rupanya
kurang ahli, pantas saja sudah dapat anak. Lima menit kemudian Toto
main tancap saja, padahal kontolnya yang imut belum tegak benar sehingga
kelihatan agak susah menembus vagina Juminah yang masih kering belum
terpacu birahi.
“Duuhh belum Mas, susah sekali masuknya,” Juminah menggerutu tapi tetap aku dengar.
Toto tak peduli dan terus menggenjot
pantatnya, menggesek gesek kontolnya yang masih layu ke permukaan vagina
Juminah dengan napas memburu, nafsu benget.
“Ohh yess.. Ahh,” Toto sudah tamat
sebelum kontolnya belum masuk utuh ke vagina Juminah, ia langsung KO dan
menggelepar disisi istrinya.
“Wah.. Wah.., Mas Toto ini gimana sih.
Bagaimana mau punya anak kalau sperma sampeyan nggak nyiram rahim Mbak
Jum. Payah sampeyan ini Mas,” kataku memberi komentar.
Toto dan Juminah kembali duduk
dihadapanku dihalangi meja, lalu kujelaskan bagaimana proses pembuahan
yang dibutuhkan rahim wanita sebelum akhirnya hamil dan melahirkan.
“Mas Toto kulihat burungnya kurang kuat
ya, kok baru gesek-gesek sudah KO. Tuh Mbak Jum belum rasain apa-apa.
Iya kan Mbak?,” Juminah tertunduk malu mendengar pertanyaanku, Toto
malah garuk-garuk kepala, mereka masih pakai sarung tok.
“Terus gimana caranya Mas supaya aku dapat momongan toh,” Toto bertanya.
“Caranya ya perbaiki mutu seks kalian
itu, terutama Mas Toto, burungnya harus kuat sehingga nyembur pejuhnya
di dalam vaginanya Mbak Jum, gitu loh. Selain itu nanti kuberi ramuan,”
kataku menjelaskan.
“Anu Mas, punya Mas Toto memang nggak
bisa lebih dari itu kok, padahal sudah minum banyak jamu, tapi begitu
terus,” Juminah menyelaku.
“Ya mau bagaimana lagi wong memang begitu,” Toto protes.
“Oke-oke, supaya Mas Toto lebih sip, gimana kalau aku contohkan cara main yang tepat, biar pas dan cepat dapat anak,” aku menawarkan. Mereka saling pandang kemudian memandangku lagi.
“Terserah bagaimana baiknya Mas,” Toto dan Juminah menjawab hampir serentak.
“Oke sekarang Mas Toto duduk disini dan Mbak Jum silahkan tiduran lagi di dipan,” perintahku.
“Ya mau bagaimana lagi wong memang begitu,” Toto protes.
“Oke-oke, supaya Mas Toto lebih sip, gimana kalau aku contohkan cara main yang tepat, biar pas dan cepat dapat anak,” aku menawarkan. Mereka saling pandang kemudian memandangku lagi.
“Terserah bagaimana baiknya Mas,” Toto dan Juminah menjawab hampir serentak.
“Oke sekarang Mas Toto duduk disini dan Mbak Jum silahkan tiduran lagi di dipan,” perintahku.
Toto duduk dikursi tadi, Juminah sudah
berbaring berbalut sarung sebatas dada, aku mendekati dan mencipratkan
air kembang ke sekujur tubuhnya.
“Begini Mas Toto, perhatikan cara
menaikan birahi istri pada langkah pertama,” kataku seraya menurunkan
kain sarung Juminah sampai ke perut. Aku duduk disamping Juminah yang
tiduran, lalu kuraba-raba dua gundukan di dada Juminah, meski sudah
tujuh tahun kawin, rupanya susu 36B Juminah masih kencang kayak perawan.
“Ihhss geli Mas.. Aku malu ah..,” Juminah menepis tanganku, tapi kemudian membiarkan lagi tangan itu beraksi.
“Mas jangan cemburu ya ini untuk
kebaikan sampeyan juga kan,” kulanjutkan aktifitasku dan Toto hanya
manggut-manggut memberi restu. Kini bibirku mulai aktif menjilati susu
Juminah bergantian kanan dan kiri. Hisapan dan jilatan terus kulakukan
sampai lima menit lamanya.
“Hsshh aauuhh.. Emmffhh maasshh..
Aahkk,” Juminah mendesis dan menggeliat-geliat karena hisapanku di
susunya, tangannya malah sudah mendekap kepalaku seperti enggan kalau
kulepas hisapan itu.
“Gimana Mbak Jum? enak?,”
“Ehmm iiyah Mas,” Juminah menatapku
sayu, wajahnya cukup manis kalau begitu, rasanya mirip artis Denada
Tambunan, body gemuknya pun mirip waktu Denada belum diet (Sorry ya
kalau Dena ikut baca, abis emang mirip sih).
“Nah Mas Toto sekarang lihat nih tahap
kedua merangsang birahi istri,” aku mengambil posisi jongkok tepat
diantara dua paha Juminah yang ngangkang. Vagina Juminah sepintas
kelihatan jorok, apalagi bulunya hitam, panjang, sembrawutan lagi.
Kuusap pelan bagian sensitif Juminah dari bawah ke atas dan terus begitu
beberapa kali.
“Auuhh mashh geliih ahhss,” pinggul Juminah naik turun mengikuti tanganku yang mengusap vaginanya.
Saat cairan kental mulai membasahi
bagian itu, aku langsung merunduk dan menciumi bibir vagina Juminah,
aroma vagina cewek kampung memang asyik dan alami. Kugunakan lidahku
menjilati bibir dan klitoris vagina Juminah, membuat Juminah
kalang-kabut dan menggelinjang tak karuan. Kuintip mulut Juminah sedikit
terbuka dan merintih-rintih, rambutku dijambak-jambak Juminah.
Sementara Toto serius melihat bagaimana istrinya sedang kubuat birahi
tinggi. Gerakan tubuh Juminah yang agak gemuk membuat dipan bergerenyit,
kreyat-kreyot, tapi makin asyik. Aku sendiri mulai merasa birahi,
kontolku mulai tegang dan mendesak CD yang kupakai. Hampir 10 menit
kujilati vagina Juminah, sampai kurasakan dua pahanya keras menjepit
kepalaku dan jambakan pada rambutku makin kencang.
“Aahhss aahhdduhh.. Iihhss.. Mmmff..,”
Juminah sampai pada orgasmenya, gerak pinggulnya menghentak-hentak
kepalaku yang dijepit pahanya, lalu jepitan itu lunglai, Juminah lemas.
“Gimana Mbak Jum, ringan rasanya?” aku bertanya sambil melepaskan pakaianku sampai bugil juga.
“Iyaah mass agak ringan, enak sekali rasanya,” Juminah masih menatapku dengan birahinya.
“Nah Mas Toto, sekarang lihat tahap
terakhir ya. Bagaimana caranya masukkan kontol ke vagina supaya cepat
hamil,” aku berkata pada Toto yang tetap serius memperhatikan.
Juminah terbaring pasrah dengan dua paha
mengangkang lebar, vaginanya yang kuyup jelas terlihat karena bulu
lebatnya lusuh oleh cairan vaginanya. kontolku yang sudah maksimal
berdiri kusisipkan di bibir vaginanya dan tubuhku mulai menindihnya,
susu Juminah kembali jadi sasaran jilat dan hisapku.
“Sabar ya Mbak Jum, pasti tak buat kamu ketagihan,” bisikku di telinga Juminah.
“Uhh mass, teruskan apa maumu mass..,”
Juminah tak sabar menunggu kontolku menembus vaginanya. Bless.. Jleepp,
kontol kudorong masuk menembus vagina Juminah yang masih terasa rapat
dan nikmat, Juminah merintih tertahan merasakan benda yang masuk tak
seperti yang selama ini dirasakan dari Toto.
“Eh Mas Toto, kok bengong. Nah ini Mas
caranya yang betul, tuh lihat burungku masuk utuh ke vaginanya Mbak
Jum,” aku memberi tahu Toto, dia manggut-manggut saja dan melongo
melihat istrinya kelepar-keleper kubuat.
“Ahhyoo mass.. Aku ngghhaakk kuaatt,
ohh..,” pinggul Juminah terus naik mendesak kontolku supaya bergerak di
vaginanya. Kupeluk tubuh gemuk Juminah, kugenjot kontolku, kepala
Juminah bergerak tak beraturan, rintih dan desahnya makin menjadi-jadi.
“Enak Mbak Jum.. Hehh, enaak ndaak mBHaak,”
“Iyahh oosshh.. Eenhhaak, teruusshh mashh aauhh,”
“Mmmffhh ehmnnff,” bibir Juminah yang agak tebal tapi seksi kulumat habis, aku jadi nafsu banget dengan bau keringat ketiak Juminah yang khas kampung itu. Kugenjot makin kuat dan makin teratur, Juminah pontang-panting mengimbangi gerakanku dengan menggoyang pinggulnya.
“Iyahh oosshh.. Eenhhaak, teruusshh mashh aauhh,”
“Mmmffhh ehmnnff,” bibir Juminah yang agak tebal tapi seksi kulumat habis, aku jadi nafsu banget dengan bau keringat ketiak Juminah yang khas kampung itu. Kugenjot makin kuat dan makin teratur, Juminah pontang-panting mengimbangi gerakanku dengan menggoyang pinggulnya.
Permainan kami cukup panjang tapi
Juminah belum kelihatan menyerah, posisi segera kuubah, kubalik tubuh
kami sehingga Juminah yang jadi menindih tubuhku.
“Mas Toto, kalau lagi main, burung
sampean nggak bisa masuk, gini cara yang tepat supaya imbang,” kataku,
Toto masih saja manggut-manggut, terpesona melihat bagaimana istrinya
yang kini menggenjot aku.
“Duuhh.. Iisstthh, kokhh tambah ennahkk
begini.. Masshh.. Auhh,” Juminah kini bagai joki diatas kontolku,
tubuhnya yang gemuk dan lemak pahanya membuat kenikmatan yang asyik di
kontolku, aku menarik tubuhnya sampai dia merunduk dan menyasar lagi
susu ranumnya dengan isapan lidahku.
“Ayoo Mbaak Jum, ambill nikmatnya Mbak..,”
“Ahh.. Enghh.. Mmmffhh, ohh iyakhh
mashh.. Akuu enaakkhh.. Mahhss.. Ahhss,” goyang pinggul Juminah makin
menekan kontolku, makin lama gerakannya makin kuat. Wajah Juminah
semakin ayu dalam keadaan seperti itu, mata sedikit terpejam, bibir
terbuka mendesis, kepalanya gerak kanan kiri diatas tubuhku.
Kurasa vaginanya makin membasah, ini
saat yang tepat meghajarnya hingga puncak pikirku. Sekejap aku ubah
posisi kami lagi, dengan berputar kekiri kini tubuhku kembali diatas
tubuh Juminah, tanpa memberi kesempatan padanya, aku terus menggenjot
kontolku menghujam-hujam vaginanya.
“Aaahh.. Akuu piipisshh mashh.. Ouhh..
Emhhff.. Ohhss..,” tubuh Juminah kejang, dinding vaginanya berkontraksi
berkali-kali dalam genjotan kontolku, sampai akhirnya kepala Juminah
lunglai, menandakan orgasmenya sudah utuh dan tuntas. Toto terpana
melihat raut puas istrinya, sementara aku masih teratur menggenjot tubuh
Juminah.
“Ahh Mas To.. Ini puncak namanya
aauhhkkhh..,” kurasa cairan spermaku tak mungkin kubendung lagi, kutarik
kontolku dari liang nikmat Juminah, dan sekejap semburan spermaku
tumpah membasahi perut Juminah.
“Uhh.., itu namanya pejuh Mas, dan itu
harus ditumpahkan didalam vagina Mbak Jum, supaya hamil. Kalau Mas To
tumpahnya diluar terus kapan hamilnya Mbak Jum,” aku bangkit menyuruh
Toto melihat sperma kentalku diperut Juminah.
“Lohh kok nggak ditumpahin didalam saja Mas, biar dia hamil,” Toto benar-benar blo’on.
“Wah Mas ini gimana. Kalau spermaku masuk ke vagina Mbak Jum dan Mbak Jum hamil, berarti itu anak ya anakku jadinya, bukan anak sampeyan, gimana sih,” cerocosku sambil kembali mengenakan pakaian, mereka juga kembali pakai pakaian masing-masing.
“Wah Mas ini gimana. Kalau spermaku masuk ke vagina Mbak Jum dan Mbak Jum hamil, berarti itu anak ya anakku jadinya, bukan anak sampeyan, gimana sih,” cerocosku sambil kembali mengenakan pakaian, mereka juga kembali pakai pakaian masing-masing.
Setelah itu, kami basa-basi sejenak, dan
kubuatkan ramuan kuat untuk Toto supaya greng kalau tempur sama
Juminah. Mereka kemudian pulang dan menyisipkan uang pecahan ribuan yang
jumlahnya sampai lima puluh lembar.
Oh ya, sejak itu, kira-kira sebulan
kemudian pasangan itu datang lagi dan minta diajari lagi begituan. Aku
kembali senang bisa bersetubuh dengan Juminah yang sintal dan montok,
dan Toto senang bisa belajar memuaskan istrinya. Kabar terakhir yang
kudengar, tiga bulan kemudian Juminah hamil. Entah itu anak siapa,
soalnya waktu datang kedua kali aku tumpahkan spermaku dalam vagina
Juminah, habis nggak tahan sama rintihannya itu. Tapi aku tetap berharap
anak itu anak Toto, hasil sperma Toto. Sejak dikabari aku kalau Juminah
hamil, mereka tak lagi datang padaku, karena kusarankan supaya mereka
kontrol ke puskesmas saja untuk kehamilan Juminah.
BalasHapusModel Majalah Dewasa
Video Mesum Indonesia
Inilah Foto Topless Pamela Safitri Duo Srigala
Video Tersembunyi di Pijat Plus-Plus
Luar Biasa Begini Cara Seleksi Therapist Spa Plus-Plus
Inilah Foto Pemerkosaan Yang Dilakukan 2 Mahasiswa Di Amerika
Inilah Foto Pemerkosaan Di Restoran China
Inilah Foto Polisi Meksiko Bercinta Di Pinggir Jalan
Inilah Foto Pasangan Australia Tertangkap Basah Berhubungan Seks Di Jalan
Inilah Foto Seksi Echa Frauen di Majalah Max
Inilah Foto Pose Seksi SPG Seoul Motor Show 2015
Inilah Foto Gadis 16 Tahun Yang Diperkosa Bapak Angkat
Inilah Foto Kayla Mooney Guru Cantik Yang Cekoki Muridnya Dengan Miras Kemudian Bercinta
Inilah Foto Pasangan Muda Berhubungan Seks Di Jalan
Luar Biasa Iwan Sering Mengintip Tetangganya Sedang Mandi
Aduhai Cantiknya Gadis Cleaning Service Ini
Astaga Makanan Untuk Bebek Disajikan Untuk Manusia
Aneh Pria Ini Menari Dengan Telanjang Bulat Di Depan Kamera Pengawas Lalu Lintas
Astaga Diperkirakan Angin Topan Masyak Menerjang Filipina
Wow Suami Istri Nekat Mandi Di Kolam Air Mancur Tengah Kota
Luar Biasa Eko Bisa Menghasilkan 150 Juta Dari Akun Facebook